Rabu, 29 November 2017

Membaca dan Menulis untuk Peserta Didik menjadi Seorang Pengarang

Lathifa Akmaliyah, S. Pd. M. Pd

ABSTRAK

‘Iqra’ (Bacalah), dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Al-Qur’an Surah al-‘Alaq ayat 1). Ayat pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Permulaan wahyu tersebut melalui kata kerja perintah, ‘Iqra.’ Firman awal yang diteruskan hingga purnanya ajaran Islam itu melewati kata kerja perintah; ‘Bacalah.’

Ini karena semua memasuki pintu membaca, menulis pun masuk kegiatan membaca, kerja kepengarangan pula menggunakan alat cangkul sekaligus membaca itu sendiri, dan tiada pelayaran dalam kehidupan yang dikerjakan tanpa diawali aktivitas membaca, lantaran ialah kulit sekalian isi, jasad juga ruh, lahir bergandengan batin, dan di antara dua kutub itu melalui proses bernama membaca.
Maka alangkah indahnya abstraksi yang dikemukakan ini membuka kitab suci, sedang yang berada di dalamnya; latar belakang, kajian pustaka, pembahasan pun kesimpulan, serupa bagian terkecil seolah tidak tampak kalau menyadari kedudukan makna daripada kata Iqra.’
Demikian dituliskan semacam pengantar rasa penasaran untuk pembaca membuka serta menyimak lelembaran hasil kerja ini yang belum memenuhi istilah sempurna, meski telah mengambil referensi dari para ahlinya;
seperti membaca tidak sekadar nyaring dan dalam hati (batin), misalkan menghafal termasuk bentuk membaca. Lalu menulis beriring corak tulisannya, tidak hanya yang sudah diklasifikasi para ahli, sebab pecahannya terus bermunculan, ditambah kepahaman baru selalu lahir, mazhab pemikiran, aliran filsafat pula selalu bergantung bagaimana dunia ini membaca masa lampau, kehadiran sekarang, pun kedatangan waktu akan datang, karena jaman teruslah menemui perubahan yang tetap berkeliling pada porosnya, yakni membaca!
Dan karena proses membaca-menulis selalu berjalin bersama-sama memaknai dunia kepengarangan, maka membudayakan baca-tulis adalah tindakan wajib bagi semua lapisan masyarakat, terutama peserta didik untuk pijakan awal mengenal kesadaran sebagai anak-anak jaman, insan penerus keadaban, manusia pembawa panji peradaban atas lambang kebenaran, sedang turangga liar ilmu pengetahuan hanya dapat diikat lewat menuliskannya, sementara kerja tersebut berada di genggaman tangan para penulis (pengarang), maka ‘Iqra’ (Bacalah)…
  
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keterampilan berbahasa dalam pribadi peserta didik di Madrasah, mencakup empat bagian, yaitu menyimak atau mendengar (1), berbicara (2), membaca (3), dan menulis (4). Pada makalah kali ini akan dibahas perkembangan berbahasa pada diri anak manusia sebagai murid, dalam perihal membaca dan menulis. Keduanya diketengahkan setelah keterampilan pertama pun kedua, sebab bagian ketiga pula keempat atau kelanjutannya juga persoalan pokok untuk lajunya ilmu pengetahuan ke arah peradaban kian berkembang demi generasi mendatang. Membaca dan menulis semacam tongkat estafet yang harus dipelihara dalam dunia pendidikan, bagi kemajuan jaman semakin gemilang.
Membaca merupakan peranan sosial yang sangat penting dalam kehidupan insan sepanjang hayat. Kegiatan baca dipergunakan demi memperoleh informasi yang disampaikan penulis melalui kata-kata (bahasa diam / tulis). Membaca menjadi utama, sebab segenap ilmu pengetahuan dapat diperoleh lewat bahasa tulisan yang terdapat di buku-buku pelajaran. Di sinilah gerbang pengetahuan terbuka cakrawalanya, dimana pelajar memetik-membacanya bagai tongkat penuntun perjalanan hidup, atau buku seibarat lampu menerangi gelapnya malam tanpa gemintang.
Sedangkan menulis itu keterampilan bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tidak bertatap muka. Tingkatan ini bisa terjadi, kalau sebelumnya kerap membaca atau mengetahui lebih bagaimana bahasa tulisan diantarkan lewat nafas kata-kata diam (yang tertulis). Dalam perkara menulis, pelaku diharuskan terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, kosa kata, logika bahasa, dan sebagainya. Ini tidak datang secara otomatis tiba-tiba, melainkan melalui latihan yang tekun serta praktek berkali-kali, sampai keahlian menulis bisa terwujud baik pula indah bahasanya.
Dari keterampilan keduanya, di atas lelaku kesungguhan rajin belajar tekun sinahu, diharapkan peserta didik bisa berkomunikasi secara baik lewat bahasa tulisan, yang pada perkembangan selanjutnya (sekecilnya) diharapkan menjadi seorang pengarang, misalkan. Kedudukan tersebut terlaksana, jika cara membaca buku-buku pelajaran dengan baik dan benar. Olehnya, praktek baca-tulis sepatutnya dikedepankan, agar sang pelajar memiliki pandangan jelas, wawasan luas, penalaran jernih, sehingga memungkinkan menjadikan siswa yang berhasil menata masa depannya, juga sanggup menggenggam cita-citanya sejak awal. Maka, berdasarkan latar belakang di muka, makalah ini diberi judul “ Membaca dan Menulis untuk Pesera Didik menjadi Seorang Pengarang.”

1.2. Rumusan Masalah
a.     Apakah pengertian serta apakah tujuan, daripada membaca juga menulis?
b.    Apakah hubungan membaca dan menulis dapat menjadi seorang pengarang?

1.3. Tujuan Makalah
a.     Mengungkap secara mendalam pengertian dan tujuan membaca serta menulis.
b.    Mengungkap hubungan juga mendiskripsikan tahap perkembangan baca-tulis.

1.3. Manfaat Makalah
a.     Peserta didik bisa memahami kedudukan manfaat membaca-menulis secara luas.
b.    Para guru sanggup mengarahkan peserta didiknya untuk menjadi pengarang handal.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. MEMBACA
2.1.1. Pengertian Membaca
Membaca merupakan proses yang dilakukan dan dipergunakan pembaca untuk memperoleh informasi (pengetahuan), yang disampaikan penulisnya melalui media kata-kata dalam buku, majalah, jurnal, koran, dan sejenisnya. Dalam segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi, ini berlainan dengan berbicara (bahasa suara), dan menulis yang justru melibatkan penyandian (bahasa diam). Sebuah aspek pembacaan sandi itu menghubungkan kata-kata pada tulisan dengan makna bahasa lisan, yang mencakup pengubahan tulisan (cetakan) menjadi bunyi yang bermakna. (Anderson 1972: 209-210).

2.1.2. Tujuan Membaca
Tujuan utama membaca itu mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi pun memahami makna bacaan. (Anderson 1972 : 214 ). Olehnya, membaca merupakan awal keberangkatan cara belajar bagi peserta didik di Madrasah, yang harus dilakukan menerus selamat pelajaran berlangsung pun di rumah, demi mengasah daya pikir dan meningkatkan dinaya ingat sambil menyelami kepahaman pada ilmu pengetahuan yang tengah direguk, dibacanya. Ketika perihal itu dilatih dengan ajek (tekun), tentu memudahkan seluruh pesan dalam buku gampang dimengerti, dipahami sampai batas makna kebenaran yang tercantum pada tulisan (teks).

2.1.3. Aspek-aspek penting membaca, ada yang bersifat mekanis dan pemahaman:
1.    Keterampilan bersifat mekanis, berada di urutan lebih rendah yang mencakup:
a.    Pengenalan terhadap bentuk-bentuk huruf.
b.    Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, kata, frase, pola klause, kalimat, dll).
c.    Kecakapan membaca cepat, namun tidak menggugurkan makna yang dibaca.
2.    Keterampilan bersifat pemahaman, berada di urutan lebih tinggi yang mencakup:
a.    Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal).
b.    Memahami signifikansi atau makna yang terkandung dalam teks.
c.    Evaluasi atau penilaian-penilaian terhadap isi serta bentuk tulisan.
d.   Kecepatan baca fleksibel yang mudah disesuaikan keadaan. (Broughton 1978: 211).
2.1.4. Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara saat baca, prosesnya dibagi 2:
1.    Membaca Nyaring
Ialah suatu aktivitas yang secara alat untuk menangkap dan memahami informasi, pada pikiran serta perasaan pengarang. Pembacaan nyaring yang baik, menuntut pembaca memiliki kecepatan mata tinggi juga pandangan jauh, sebab harus melihat bahan bacaan dalam memelihara kontak mata bersama pendengaran. (Dawson 1963: 215-216). Kegiatan ini menguatkan dalam menangkap makna yang tertera pada teks yang dibaca lesat, karena alat pendengaran pun berfungsi mengaktifkan rekaman bacaan, di sisi mampu menggali perasaan penulisnya sedari kecenderungan teks-teks yang disampaikan.

2.    Membaca dalam Hati
Ialah dengan menggunakan ingatan visual yang melibatkan pengaktifan mata serta dinaya ingatan, dan tujuannya untuk memperoleh informasi secara mendalam. (Cole 1950: 244-245). Pembacaan semacam ini serupa membatin pada teks-teks yang terjabarkan, lalu dikumpulkan lewat renungan dalam ketika mengeruk maknanya. Hal ini dibagi menjadi 2:
a.    Membaca Ekstensif
Ialah membaca secara luas yang obyeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu singkat, sebab tujuannya untuk memahami isi yang penting-penting dengan cepat atau efisien dapat terlaksana. (Broughton cs 1978: 92). Pembacaan ini ada tiga jenis:
1.    Membaca Survei; sebelum mulai membaca, meneliti lebih dahulu yang akan ditelaah. Mensurvei bahan bacaan yang segara dipelajari, ditelaah lewat memeriksa, meneliti indeks daftar kata-kata yang terdapat pada buku, judul-judul bab yang bersangkutan.
2.    Membaca Sekilas; ialah yang secara mata bergerak cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis guna mencari dan mendapatkan pengetahuan. Ada 3 tujuan di sini: a) Memperoleh kesan umum dari teks / buku. b) Menemukan hal tertentu dari bacaan. c) Menempatkan bahan yang diperlukan di daftar perpustakaan. (Albert 1961a: 30).
3.    Membaca Dangkal; pada dasarnya bertujuan memperoleh pemahaman bersifat luaran atau tidak mendalam dari bahan bacaan. Pembacaan ini demi kesenangan serupa membaca untuk mendatangkan kebahagiaan di waktu senggang. Misalkan membaca cerpen atau novel ringan. (Broughton 1978: 92).

b.    Membaca Intensif
(Intensive Reading) ialah studi seksama, telaah meneliti secara penanganan. Kuesioner, latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata, telaah kata-kata, dikte, dan diskusi umum yang merupakan bagian serta teknik membaca intensif. (Brooks 1964: 172-173). Yang termasuk kelompok ini ialah:
1. Membaca Telaah Isi
Menelaah isi bacaan dengan menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan berpikir serta keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat di atas bahan bacaan. (Albert 1961a: 35). Ini terlaksana, jika kerap berlatih memahami teks-kalimat, mengkritisi bacaan atau ide-gagasan pengarang serta berpikir aktif, sebentuk dialog antara pembaca beserta penulis di sisi bahan yang sudah tersuratkan.
2. Membaca Telaah Bacaan
Pada hakikatnya segala sesuatu terlebih yang konkrit, terdiri atas bentuk dan isi, form pun meaning, jasmani pula rohani. Demikian juga bacaan terdiri dari isi dan bahasa; isi bersifat rohaniah, sedangkan bahasanya jasmani, keduanya dwi tunggal yang utuh atau dua sisi mata uang. Keserasian isi dan bahasa suatu bacaan mencerminkan keindahan serta kemanunggalannya. Membaca telaah bahasa, mencakup membaca bahasa (asing) atau (foreign) language reading, membaca sastra (literary reading). (Badudu; 1975:51).

2.2 MENULIS
2.2.1.    Pengertian Menulis
Ialah menurunkan atau mengguratkan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami, sehingga orang lain bisa membaca lambang itu, jika mereka memahami bahasa dan gambaran grafiknya. Menulis itu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa yang ditampilkan penulis lewat bahasa diam atau kata-kata dalam tulisan yang senada corak, karakter, watak, ataupun kepribadian pengarang.

Menulis merupakan suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi membaca tertentu dan pada waktu tertentu. Salah satu tugas penting sang penulis ialah menguasai prinsip-prinsipnya dan berpikir, yang akan menolongnya mencapai maksud serta tujuan. Perihal utama di antara prinsip yang dimaksud itu penemuan, susunan juga gaya. Singkatnya, menulis sebagaimana belajar berpikir dalam, dengan cara tertentu. (D’Angelo, 1980: 5).

Pengertian menulis sama dengan membaca lebih, karena dorongan dari bacaan atau buku-buku sebelumnya, yang penghantui pengarang (penulis). Ketika penulisan terjadi, di sana letaknya dunia pikir penulis mengungkap idenya, membaca atau menerjemahkan alam pikirannya. Keterampilan menulis menuju tingkatan ahli akan tercapai, kalau dilatih terus mengeluarkan pemikiran, menguraikan pendapat pun bersinggungan antar gagasan, dan menentukan jalan penalaran sendiri.

2.2.2.     Fungsi Menulis
Pada prinsipnya, tulisan sebagai alat komunikasi tidak langsung atau tidak bertatap muka yang bersifat diam tanpa pengucapan. Menulis sangat penting dalam dunia pendidikan, karena mengarahkan cara pelajar berpikir hingga ke tahap pandangan kritis. Menulis pun memudahkan hubungan sekaligus memperdalam dinaya tangkap atas persepsi, dengan pemecahkan persoalan yang dihadapi, lewat menyusun, mengenali, serta menguraikan permasalahan. Atau lewat menulis dapat menceritakan segala pengalaman hayat untuk dibagikan kepada para pembaca, yang disaat lawatan bersama kata-kata bertemu corak penalaran sendiri, dari pengelanaan bacaan juga alam yang terkait ingatan, lantas diolah kemudian diarahkan sebagai jawaban sedari soal-soal yang melingkupi kedirian penulis.

2.2.3.    Tujuan Menulis
Setiap gerak yang dibarengi penalaran tentu memiliki tujuan dan harapan penulisan ada berbagai macam, atau pesan yang disampaikan kepada pembaca mempunyai maksud tersembunyi pun ada terang-terangan. Informasi atau pengetahuan yang diunggah akan menemui keberhasilan pun gagal di tengah penuturan, itu tergantung kemampuan penulis mengutaran pendapat (fokus pandangan), sehingga pembaca bisa jenak menyimak secara jernih, terang sesuai harapan penyampai. Sehubungan tujuan penulisan atas suatu tulisan, Hugo Hartig merangkumnya sebagaimana berikut:
Assignment purpose (tujuan penugasan); perihal ini tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis, menulis sesuatu sebab ditugaskan atau bukan kemauan sendiri (misalkan para siswa diberikan tugas merangkum sebuah buku).
Altruistic purpose (tujuan altruistic); menulis atas tujuan menyenangkan pembaca, menghindari kedukaan atau menolong pembaca menghargai perasaan serta penalarannya. Berharap laku kehidupan pembacanya mudah menjalaninya juga menyenangkan dengan karya tulisnya.
Persuasive purpose (tujuan persuasive); menulis bertujuan menyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakannya. Misalkan bentuk penulisan esai kritik atau sanggahan terhadap buku atas pendapat lain; penulis berusaha meyakinkan pembacanya melalui pelbagai argumentasi, disertai data pengukung demi menguatkan pandangannya.
Informational purpose (tujuan penerangan); bertujuan memberikan informasi atau penerangan kepada para pembaca. Contoh menulis buku mengenai tempat wisata di suatu daerah, dengan menawarkan berbagai kelebihannya dibanding tempat lain, atau penulis menyuguhkan unggulan apa yang diinformasikan, agar pembaca berminat menelusurinya.
Self expressive purpose (tujuan pernyataan diri); tujuannya memperkenalkan atau menyatakan diri pengarang kepada para pembacanya. Contoh menulis buku otobiografi; penulis menceritakan siapa dirinya atau mengisahkan pengalaman perjalanan hayatnya serta pandangannya, sehingga pembaca tahu persis harapan penulisan di atas penulisnya.
Creative purpose (tujuan kreatif); ini berhubungan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan kreatifnya lebih tinggi, atau melibatkan dirinya dalam mencapai norma artistik (seni yang ideal). Tulisannya menanjaki nilai artistik, nilai-nilai kesenian, semisal bentuk tulisan esai perjalanan seorang filsuf, esai mengenai dunia kesenian. Yang nantinya dapat menjadi teori seni, kalau nalar penuturannya sanggup dipertanggungjawabkan di hadapan pembaca kritis.
Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah); di sini penulis berkeinginan memecahkan masalah yang dihadapi. Menjelaskan pula menjernihkan, menjelajahi pun meneliti secara cermat pikiran atas gagasannya, agar mudah dimengerti dan diterima para pembacanya. (Hipple, 1973: 309-311).

2.2.4.    Ragam Tulisan
Telah banyak para ahli yang membuatkan atau pun menyebutkan beberapa klasifikasi mengenai tulisan. Salisbury (1955) menguraikan jenis-jenis tulisan berdasarkan bentuk terbagi menjadi dua: Bentuk-bentuk Obyektif dan Subyektif. Yang Obyentif terdiri atas; a) Penjelasan terperinci mengenai proses. b) Batasan. c) Laporan. d) Dokumen. Sedang yang Subyektif: a) Otobiografi. b) Surat-surat. c) Penilaian pribadi. d) Esei informal. e) Potret/gambaran. f) Satire.

2.3 HUBUNGAN MEMBACA DAN MENULIS UNTUK MENJADI PENGARANG
Semenjak mengetahui hakikat membaca dan menulis, maka posisi harapan menjadi pengarang akan jelas ditentukan langkahnya. Adalah Anderson, Broughton, Dawson, Cole, Albert, Badudu, telah menjabarkan pengertian, tujuan, serta segala lingkup alam membaca. Sedangkan D’Angelo, Hugo Hartig, Hipple, Salisbury sudah menguraikan panjang-lebar dari pengertian, fungsi, tujuan, hingga ragam tulisan.
Selanjutnya dengan ketekunan purna membaca bahan-bahan tulisan, karena semacam itu menimba, menabung, memperkaya diri penulis dari segenap informasi yang tersebar di buku, jurnal, koran, alam, diri, dll. Ketika dilakoni menerus, otak terbiasa menangkap segala pengetahuan yang terbaca, lalu disimpan baik dalam perpustakaan ingatan. Gudang nalar jadi berjubel arsip ingatan, lantas dikelola di ruangan penalaran, dan dikeluarkan sebagai tulisan terbaru dari limpahan hidup atas perbendaharaan tersembunyi proses kreatif kepengarangan.

2.4 TAHAP-TAHAP KEMAMPUAN MEMBACA-MENULIS PADA PESERTA DIDIK
Jaman sekarang telah terjadi kemajuan pesat di bidang teknologi informasi, perihal itu menuntut dukungan budaya membaca dan menulis, yakni perilaku, kebiasaan, kegemaran, serta kebutuhan baca-tulis. Tapi hingga kini budaya tersebut belum sepenuhnya berkembang di masyarakat Indonesia. Padahal kalau ingin berhasil membangun masa depannya, budaya yang baik mutlak ditumbuhkan, seperti membaca, menulis sekaligus menerjemahkan. Bangsa-bangsa di dunia memiliki karakter kuat kepribadian mapan berjiwa mandiri, karena anak-anak bangsanya mempuni dalam keilmuan.
Yang menjadi persoalan, kapan kemampuan baca-tulis mulai diajarkan? Jawabannya masihlah polemik. Sebagian ahli mengatakan, membaca-menulis baru dapat diajarkan setelah peserta didik masuk Madrasah Ibtidaiyah, senada kebijakan kurikulum. Namun banyak juga para pakar yang berpendapat; membaca-menulis harus diajarkan sejak usia dini, menanamkan kebiasaan belajar semenjak awal kesadaran, dan menumbuhkannya senantiasa.
Durkin (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.2) telah mengadakan penelitian mengenai pengaruh membaca semasa dini pada anak. Kesimpulannya, tiada efek negatif pada anak yang diajarkan membaca sejak dini. Steinberg mengemukakan pandangan, bahwa anak-anak yang mendapat pelajaran membaca dini, umumnya lebih maju di sekolah. Perihal tersebut diperkuat Moleong (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.3) yang berpahamkan, salah satu aspek yang harus dikembangkan anak dalam Taman Kanak-kanak adalah kemampuan membaca dan menulis.
Jadi, pengembangan kemampuan membaca dan menulis di Taman Kanak-kanak dapat dilaksanakan, selama masih di batas aturan praskolastik serta sesuai karakteristik kanak, yakni belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar. Untuk mengajarkan membaca pada anak TK, sang guru perlu memahami tahap kemampuan baca terhadap anak, ungkap Cochrane Efal (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.9). Agar yang diajarkan tidak memberatkan peserta didik manakala mengikuti jalannya pelajaran.

Perkembangan dasar kemampuan membaca pada anak usia 4-6 tahun, berlangsung 5 tahap:
1.    Tahap fantasi; anak mulai belajar menggunakan buku, dan berpikir buku tersebut penting dengan cara membolak-balikkannya.
2.    Tahap pembentukan konsep diri; anak memandang dirinya sebagai pembaca, melibatkan dirinya dalam kegiatan baca atau pura-pura membaca buku.
3.    Tahap membaca gambar; anak menyadari cetakan yang tampak, lalu menemukan kata-kata yang sudah dikenalnya.
4.    Tahap pengenalan bacaan; anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic dan syntactic) secara bersama-sama, tertarik pada bacaan, dan membaca tanda-tanda di lingkungannya seperti membaca kardus susu, pasta gigi.
5.    Tahap membaca lancar; anak bisa membaca berbagai jenis secara bebas.

Huruf dan kata-kata merupakan sesuatu yang abstrak bagi anak-anak. Olehnya untuk mengenalnya, guru harus membuatnya menjadi nyata dengan mengasosiasikan pada apa yang mudah diingat oleh anak. Pertama mengenalkan huruf, biasanya guru memusatkan pada huruf awal kata yang sudah dikenal anak. Dan guna tiada kesan paksaan belajar membaca, perlu dilakukan dengan menyenangkan untuk menggiring minat baca serta menulis, maka sambil bermain agar peserta didik dapat menerima materi pelajaran dengan hati riang.

Tahap-tahap perkembangan anak dalam menulis:
1.        Coretan awal, acak; ini sering digabungkan seolah krayon tidak pernah lepas dari kertas.
2.        Coretan terarah; tanda-tanda tertentu seperti garis atau titik-titik diulang-ulang, biasanya berbentuk lonjong, tanda tersebut belum berhubungan.
3.        Pengulangan garis dan bentuk.
4.        Berlatih huruf; anak biasanya tertarik huruf-huruf dalam nama mereka sendiri.
5.        Menulis nama sendiri.
6.        Menyalin kata-kata yang ada di lingkungannya; semisal yang terdapat dalam poster di dinding.
7.        Menemukan ejaan; anak di usia 5-6 tahun, telah menggunakan konsonan awal (L untuk Love). Konsonan awal, tengah, dan akhir, mewakili huruf (DNS) pada kata dinosaurus.
8.        Ejaan baku; usaha mandiri memisahkan huruf serta mencatatnya menjadi kata lengkap.

BAB III
PEMBAHASAN

1.    Pengertian Membaca dan Menulis
Bab ini merupakan ramuan dari bab sebelumnya menuju dunia pengarang. Pandangan Anderson hampir sama pendapat para tokoh lain mengenai membaca, atau yang digagasnya semacam suara umum, yakni bertujuan mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi pun memahami makna bacaan. Jika nadanya dinaikkan, dapat diperluas membaca perubahan alam pun diri. Pembacaan meluas akan mendorong peserta didik lebih mengetahui realitas, di sini letaknya memadukan perangai teks dengan alam, yang dapat dilambangkan tidak sekadar memetik bunga di buku pelajaran juga mengambil kuntum kembang di taman sekitar rumah.
Dari segi linguistik, Anderson menentukan sikap mengenai membaca adalah proses penyandian kembali. Sebuah pembacaan sandi menghubungkan kata-kata pada tulisan di atas makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan (cetakan) jadi bunyi yang bermakna. Olehnya, membaca seibarat menulis ulang atau mengikuti nafas teks penulis dalam memasuki informasi yang disampaikan lewat bahasa diam. Pembaca mengikuti lakon pada naskah drama misalnya, tetapi yang berjiwa kritis memilih berjarak dengan yang dibaca, sehingga saat baca sanggup mengkritisi tulisan atau pun membawa kecurigaan terhadap penulisnya. Hal ini dapat mendudukkan kursi obyekti, yakni bacaan tidak dimakan mentah dilahap secara gegabah.
Broughton menyediakan aspek-aspek penting membaca pada peserta didik; ada yang mekanis dan pemahaman. Yang bersifat mekanis yaitu pengenalan terhadap bentuk-bentuk huruf sampai tahap hapal di luar kepala, diteruskan mengenali unsur-unsur linguistik; fonem, kata, frase, pola klause, kalimat, dst, yang dilanjutkan kecakapan membaca cepat dengan tidak menggugurkan makna. Kemudian keterampilan bersifat pemahaman dari yang sederhana atau leksikal, gramatikal, retorikal, lalu memahami signifikansi atau makna terkandung pada teks, lantas evaluasi atau penilaian terhadap isi serta bentuk tulisan, disamping kecepatan membaca secara fleksibel yang disesuaikan keadaan. Tahap-tahap suguhan Broughton akan mencapai hasil maksimal, ketika peserta didik dan guru berperan aktif dengan praktek yang memadai.
Dawson memberikan pilihan cara membaca nyaring, yaitu aktivitas yang secara alat menangkap memahami informasi, pikiran, serta perasaan pengarang. Dawson menukik lebih jauh memasuki teks yang terbaca nyaring, disamping berguna mengekalkan informasi dalam ingatan, pula adanya usaha menyelidiki suara lain dari diri pengarang yang tidak terkatakan. Di samping terampil dalam kecepatan pandangan mata sewaktu melihat bahan bacaan untuk memelihara kontak mata bersama pendengaran. Maka tampaklah serupa pesta belajar dengan mengupayakan segenap diri mengikuti tarian teks pula tetap mengedepankan sikap mawas, sehingga apa yang diharapkan sesuai prinsip belajar aktif. Ini berbeda dengan Cole yang lebih tenang perangainya lewat tampilan membaca dalam hati (batin).
Menulis, menurut D’Angelo adalah belajar berpikir dalam secara tertentu, hal ini tidak ada kebaharuan seperti suara yang diusung Anderson, yaitu nada-nada umum perihal lumrah. Yang patut digaris bawahi dari titik ini; dapat menyelami alam tulisan, dan belajar berpikir ialah langkah berpikir sendiri. Maka bisa ditarik benang merahnya, berpikir sebentuk kegiatan membaca, kemudian membuat tulisan (karangan) sejenis menyelami lebih pikiran pribadi, atau melalui tulisan bisa membaca pun berpikir atas kemauan mandiri, melayari kemungkinan jauh seluas cakrawala penalaran menyimak dirinya juga yang dituliskannya.
Dan Hugo Hartig menunjukkan jalan dari tujuan penulisan, serupa memberikan arahan atau jalur rel kereta bagi para penulis menuruti kepentingannya, di sebelah kemampuan dari masing-masing pengarang mengolah materi mengurai jumlah bahan permasalahan, mendedah keberagaman, melayari perasaan, menganalisa persinggungan yang mendorongnya bergegas menulis. Jalur yang ditawarkan Hartig menyajikan palu pemecahan masalah mengenai corak, bentuk catatan, wajah bidang sesuai harapan para penulis, sehingga memungkinkan karyanya tidak tersesat di toko buku, rak perpustakaan lain, ke tangan tidak tepat atau mengsle sasaran.

2.    Hubungan Membaca dan Menulis untuk menjadi Pengarang
Ketekunan membaca buku, lingkungan, alam, pun diri pribadi, akan menguatkan daya ingat serta gampang melempar jalan penalaran, hingga memudahkan yang hendak dituliskan. Misalkan ingin membuat novel, membaca beragam jenisnya sampai pahami benar jalan-jalan ceritanya; alur berbeda tentu memperkaya wawasan soal dunia karangan tersebut, maka tidak akan gagap mencipta karya. Sekiranya dikerjakan terus akan mencapai kelihaian, menentukan alur tersendiri, penyelesaian lain serta menemukan gaya bahasa sesuai nafas terdekatnya.
Secara gamblang tidak mungkin jadi pengarang kalau tidak banyak jumlah bacaannya; jenak menelusuri, tekun menyimak, rajin memahami, khusyuk mengurai corak tulisan di atas watas penulisnya, disamping liar menjangkau kemungkinan di luar teks. Semua itu dikaitkan dirinya yang diambil dari kesamaan kecenderungan yang kerap muncul bersentuhan sewaktu membaca. Keuletan membaca pun sanggup membangun jembatan layang bawah sadar, di sini menentukan penulis melayari kata-kata dengan mudah, atau yang pengarang ciptakan berasal dari bertumpuknya logam-logam ingatan yang telah lama mendekam berat.
Pada prinsipnya menulis sesuatu ingin dibaca orang lain, sekecilnya untuk diri sendiri di waktu lain. Olehnya sewaktu hendak menulis telah memperkirakan siapa pembacanya, lalu menjatuhkan pilihan, ini memudahkan bersikap lewat tulisan, sehingga timbul perasaan fokus dalam kerjanya. Selama bidang garapan terketahui, penulis tidak segan menghimpun dinaya kediriannya; meluweskan tulisan, menaburkan teknik bumbu sedap agar tak bosan, membikin alur penasaran demi para pembaca jenak menjelajah ikhtiarnya, dan membentuk ruang kosong bernapas, sambil menarik kemungkinan yang sempat luput. Maka membaca ulang sebelum dipersembahkan itu wajib, untuk menghindarkan keterlepasan sebab mengikuti hasrat semata, juga pertimbangan penting, bolak-balik perlu, agar nikmat memasuki akal sampai mencapai takdir tulisannya.
Meski tidak sesederhana pandangan di atas menjadi pengarang, tetapi ketekunan membaca dan menulis merupakan langkah awal wajib dikerjakan. Jika diumpamakan pelukis, membaca sekelas beragam cat dan pelajaran menulis sebagai kuasnya. Dari mana kanvasnya? Bidang tersebut usia laku penulis, geliat naik-turun gejolak hayatnya setegas sketsa-sketsanya. Lebih jauh, pengarang tidak hanya mengandalkan titisan bakat, yang terpenting kerja keras sekaligus cerdas, olehnya dituntut rajin belajar, tidak jemu mengasah belati penalaran dan perasaannya, guna semakin lembut karyanya hingga mampu menghujam dalam dada pembaca tanpa disadari, atau menggedor jantung penyimak sekuat perolehan yang diikhtiarkan penulis mengekalkan kalimat-kalimat dalam ciptaannya secara purna.
Dan tidak selamanya anak manusia menanjaki serta berada di puncak produktivitas, di sini seharusnya pandai menyikapi setelah aktivitas berlimpah, apakah pelesiran mencari nafas udara baru menikmati hijaunya alam, membaca buku-buku biografi pengarang lain, atau tidak melakukan kegiatan yang terkait dunia tulisan. Maka sang pengaranglah yang menentukan, lantaran paham kebutuhan dirinya demi menyegarkan jiwa, meremajakan batin, memantik semangat balik pada harapan dan keyakinan yang dicita-citakan. Seirama ungkapan umum, berkarya ialah kerja keabadian dengan tumbal lahir-batin jiwa dan raga, menyedot waktu lain demi mengekalkan karyanya menapas hayati kehidupan sampai akhir hayat menuju panggung negeri akhirat.

BAB IV
KESIMPULAN

Karena membaca merupakan proses yang dilakukan untuk memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, yang disampaikan penulis melalui kata-kata, tulisan atau bahasa diam, dan pembaca bertujuan memahami makna bacaan sampai mendapatkan manfaatnya, maka secara tidak langsung telah belajar bagaimana menulis, dengan mengakrabi teks-teks yang meminta diteruskan sebagai langkah menjadi pengarang.
Dan keunggulan membaca dapat meningkat kalau diasah terus dalam memperdalam kepahaman pengertian menuju kebenaran yang sesuai bahan bacaan atas harapan penulisnya, sehingga pembaca yang baik tengah membentuk pribadi yang kelak menjelma penulis yang memiliki pandangan sebenar-benarnya obyektif.
Lalu tersebab menulis sebagai kegiatan berpikir atau belajar berpikir adalah bentuk berpikiran itu sendiri, maka melalui bahan bacaan dapat menguasai pengetahuan akan syarat prinsip tulisan yang menolongnya mencapai tujuan karangan di atas harapannya.
Dan lantaran latihan belajar menulis sangat penting dalam dunia pendidikan, karena memudahkan peserta didik memasuki alam pikirannya, kemudian menguraikannya.
Jadi, lewat menulis akan memahami kemampuan nalarnya dalam menyikapi segenap yang dibacanya, diteruskan kepada gagasannya yang sempat muncuat disaat membaca, yang timbul kembali sewaktu menulis (berkarya).
Kemudian, kelak mencapai taraf pengarang yang handal, kalau dilatih menerus sampai memungkinkan dirinya akrab betul nalar-perasaan, terhadap gaya bahasa, karakter tulisannya, atau ini tidak akan terjadi seumpama tidak banyak jumlah bacaannya; lama menelusuri, tekun menyimak, jenak memahami, rajin memaknai, khusyuk mengurai corak tulisan di atas watak kediriannya, disamping meliar dalam menjangkau kemungkinan di luaran teks.
Keuletan membaca pun sanggup membangun jembatan di bawah sadar yang sangat menentukan penulis nantinya sewaktu melayarkan kalimat akan mudah, atau yang diciptakan berasal dari bertumpuknya arsip-arsip ingatan, yang siap dikeluarkan kapan saja dipergunakan atau diperlukan sebagai bentuk suatu karangan.

DAFTAR PUSTAKA (Berupa Kutipan-kutipan Tidak Langsung) dari:

Prof. DR. Henry Guntur Tarigan “Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa” Penerbit: Angkasa Bandung, Edisi revisi terbitan tahun 2008.
Prof. DR. Henry Guntur Tarigan, “Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa” Penerbit: Angkasa Bandung, Edisi revisi terbitan tahun 2008.
----------------------------------------------
Makalah ini dipublikasikan pada website:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ahmad Syauqillah Alfarina Maulidiyah Putriayu Alumi Mawar (MA Matholi’ul Anwar) 2000 An Am Ansori Anis Ceha Arti Bumi Intaran Ayu Wijayanti Bedah Buku MMKI Berita Brunel University London Candi Borobudur Candi Prambanan Dany Maulana Najmi Dari Jogjakarta ke Lamongan Doodle Dwi Atmojo Eka Budianta Fatkhur Harun Grojogan Sewu Tawangmangu H. Tarsan dan Hj. Siti Khotijah Hadi Mawardi Ibnu Wahyudi Ichsa Chusnul Chotimah Iftitahur Rohmah Ignas Kleden Iskandar Noe Ismiyati Mukarromah Jalan-jalan Javissyarqi Muhammada Jual Buku Kabupaten Gresik Kaheesa Kirania Putri Ayu Kebersamaan Keluarga Gresik (Iftitahur Rohmah) Kebersamaan Keluarga Kecil-kecil Kecamatan Panceng Keluarga Gresik dan Lamongan Kholifatun Fitri Komunitas Deo Gratias Kritik Sastra Kyai Suhaimi Lamongan (Lathifa Akmaliyah) Lathifa Akmaliyah Lilik Uzlifatul Janah Lombok (Ismiyati Mukarromah) M. Yoesoef Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Makalah Tinjauan Ilmiah Maskawin Puisi (Nurel Javissyarqi demi Lathifa Akmaliyah) Mbah Ibu Siti Khotijah Mbolang menyambut tahun baru 2018 Minkayati SE Muhammad Iqbal Junior Ansori Munajatun Nadira Ramadani Najmi Nanik Trisnawati Nurel Javissyarqi Nurel Javissyarqi sekeluarga Nurul Inayati Parangtritis Paud Tarbiyatus Salam 1 Pilang Tejoasri Laren Lamongan PDS H.B. Jassin Penerbit PUstaka puJAngga Peserta kursus bahasa Inggris di Mahesa Institute Pare Kediri 2017 Pitulasan 8 2017 Prigen Pasuruan Prosesi Pernikahan Nurel Javissyarqi dengan Lathifa Akmaliyah PUstaka puJAngga SAJAK MASKAWINKU DEMI LATHIFA AKMALIYAH Sanggar Pasir Gresik Sihar Ramses Simatupang Silaturahim Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sutardji Calzoum Bachri tahun baru 2018 ke sawah Taman Kyai Langgeng Tengsoe Tjahjono Toko Buku Ulang Tahun ke 3 Wislawa Dewi 29 September 2018 Ulang Tahun ke 4 Wislawa Dewi 29 September 2019 UNEJ Universitas Indonesia Wisata Pasir Putih (WPP) di Desa Dalegan Wislawa Dewi

Sanggar Lukis Alam