Lathifa Akmaliyah, S. Pd. M. Pd
ABSTRAK
‘Iqra’ (Bacalah),
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Al-Qur’an Surah al-‘Alaq ayat 1). Ayat pertama yang diturunkan Allah
SWT kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Permulaan wahyu tersebut melalui kata
kerja perintah, ‘Iqra.’ Firman awal yang
diteruskan hingga purnanya ajaran Islam itu melewati kata kerja perintah; ‘Bacalah.’
Ini karena semua memasuki pintu membaca,
menulis pun masuk kegiatan membaca, kerja kepengarangan pula menggunakan alat
cangkul sekaligus membaca itu sendiri, dan tiada pelayaran dalam kehidupan yang
dikerjakan tanpa diawali aktivitas membaca, lantaran ialah kulit sekalian isi,
jasad juga ruh, lahir bergandengan batin, dan di antara dua kutub itu melalui
proses bernama membaca.
Maka alangkah indahnya abstraksi yang dikemukakan
ini membuka kitab suci, sedang yang berada di dalamnya; latar belakang, kajian
pustaka, pembahasan pun kesimpulan, serupa bagian terkecil seolah tidak tampak
kalau menyadari kedudukan makna daripada kata Iqra.’
Demikian dituliskan semacam pengantar rasa penasaran
untuk pembaca membuka serta menyimak lelembaran hasil kerja ini yang belum
memenuhi istilah sempurna, meski telah mengambil referensi dari para ahlinya;
seperti membaca tidak sekadar nyaring dan dalam
hati (batin), misalkan menghafal termasuk bentuk membaca. Lalu menulis beriring
corak tulisannya, tidak hanya yang sudah diklasifikasi para ahli, sebab
pecahannya terus bermunculan, ditambah kepahaman baru selalu lahir, mazhab
pemikiran, aliran filsafat pula selalu bergantung bagaimana dunia ini membaca
masa lampau, kehadiran sekarang, pun kedatangan waktu akan datang, karena jaman
teruslah menemui perubahan yang tetap berkeliling pada porosnya, yakni membaca!
Dan karena proses membaca-menulis selalu
berjalin bersama-sama memaknai dunia kepengarangan, maka membudayakan
baca-tulis adalah tindakan wajib bagi semua lapisan masyarakat, terutama
peserta didik untuk pijakan awal mengenal kesadaran sebagai anak-anak jaman,
insan penerus keadaban, manusia pembawa panji peradaban atas lambang kebenaran,
sedang turangga liar ilmu pengetahuan
hanya dapat diikat lewat menuliskannya, sementara kerja tersebut berada di genggaman
tangan para penulis (pengarang), maka ‘Iqra’ (Bacalah)…
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Keterampilan berbahasa dalam pribadi peserta
didik di Madrasah, mencakup empat bagian, yaitu menyimak atau mendengar (1),
berbicara (2), membaca (3), dan menulis (4). Pada makalah kali ini akan dibahas
perkembangan berbahasa pada diri anak manusia sebagai murid, dalam perihal
membaca dan menulis. Keduanya diketengahkan setelah keterampilan pertama pun
kedua, sebab bagian ketiga pula keempat atau kelanjutannya juga persoalan pokok
untuk lajunya ilmu pengetahuan ke arah peradaban kian berkembang demi generasi
mendatang. Membaca dan menulis semacam tongkat estafet yang harus dipelihara dalam
dunia pendidikan, bagi kemajuan jaman semakin gemilang.
Membaca merupakan peranan sosial yang sangat
penting dalam kehidupan insan sepanjang hayat. Kegiatan baca dipergunakan demi memperoleh
informasi yang disampaikan penulis melalui kata-kata (bahasa diam / tulis).
Membaca menjadi utama, sebab segenap ilmu pengetahuan dapat diperoleh lewat
bahasa tulisan yang terdapat di buku-buku pelajaran. Di sinilah gerbang
pengetahuan terbuka cakrawalanya, dimana pelajar memetik-membacanya bagai
tongkat penuntun perjalanan hidup, atau buku seibarat lampu menerangi gelapnya malam
tanpa gemintang.
Sedangkan menulis itu keterampilan bahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tidak bertatap muka.
Tingkatan ini bisa terjadi, kalau sebelumnya kerap membaca atau mengetahui lebih
bagaimana bahasa tulisan diantarkan lewat nafas kata-kata diam (yang tertulis).
Dalam perkara menulis, pelaku diharuskan terampil memanfaatkan grafologi,
struktur bahasa, kosa kata, logika bahasa, dan sebagainya. Ini tidak datang secara
otomatis tiba-tiba, melainkan melalui latihan yang tekun serta praktek berkali-kali,
sampai keahlian menulis bisa terwujud baik pula indah bahasanya.
Dari keterampilan keduanya, di atas lelaku kesungguhan rajin belajar tekun sinahu, diharapkan peserta didik bisa
berkomunikasi secara baik lewat bahasa tulisan, yang pada perkembangan
selanjutnya (sekecilnya) diharapkan menjadi seorang pengarang, misalkan. Kedudukan
tersebut terlaksana, jika cara membaca buku-buku pelajaran dengan baik dan benar.
Olehnya, praktek baca-tulis sepatutnya dikedepankan, agar sang pelajar memiliki
pandangan jelas, wawasan luas, penalaran jernih, sehingga memungkinkan menjadikan
siswa yang berhasil menata masa depannya, juga sanggup menggenggam cita-citanya
sejak awal. Maka, berdasarkan latar belakang di muka, makalah ini diberi judul
“ Membaca dan Menulis untuk Pesera Didik menjadi Seorang Pengarang.”
1.2. Rumusan
Masalah
a.
Apakah pengertian serta
apakah tujuan, daripada membaca juga menulis?
b.
Apakah hubungan
membaca dan menulis dapat menjadi seorang pengarang?
1.3. Tujuan
Makalah
a.
Mengungkap secara
mendalam pengertian dan tujuan membaca serta menulis.
b.
Mengungkap hubungan juga
mendiskripsikan tahap perkembangan baca-tulis.
1.3. Manfaat
Makalah
a.
Peserta didik bisa
memahami kedudukan manfaat membaca-menulis secara luas.
b.
Para guru sanggup
mengarahkan peserta didiknya untuk menjadi pengarang handal.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. MEMBACA
2.1.1. Pengertian
Membaca
Membaca merupakan proses
yang dilakukan dan dipergunakan pembaca untuk memperoleh informasi
(pengetahuan), yang disampaikan penulisnya melalui media kata-kata dalam buku,
majalah, jurnal, koran, dan sejenisnya. Dalam segi linguistik, membaca adalah
suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi, ini berlainan dengan
berbicara (bahasa suara), dan menulis yang justru melibatkan penyandian (bahasa
diam). Sebuah aspek pembacaan sandi itu menghubungkan kata-kata pada tulisan
dengan makna bahasa lisan, yang mencakup pengubahan tulisan (cetakan) menjadi
bunyi yang bermakna. (Anderson 1972: 209-210).
2.1.2. Tujuan
Membaca
Tujuan utama membaca itu mencari
serta memperoleh informasi, mencakup isi pun memahami makna bacaan. (Anderson
1972 : 214 ). Olehnya, membaca merupakan awal keberangkatan cara belajar bagi
peserta didik di Madrasah, yang harus dilakukan menerus selamat pelajaran
berlangsung pun di rumah, demi mengasah daya pikir dan meningkatkan dinaya
ingat sambil menyelami kepahaman pada ilmu pengetahuan yang tengah direguk,
dibacanya. Ketika perihal itu dilatih dengan ajek (tekun), tentu memudahkan seluruh pesan dalam buku gampang dimengerti,
dipahami sampai batas makna kebenaran yang tercantum pada tulisan (teks).
2.1.3. Aspek-aspek
penting membaca, ada yang bersifat mekanis dan pemahaman:
1.
Keterampilan bersifat
mekanis, berada di urutan lebih rendah yang mencakup:
a.
Pengenalan terhadap bentuk-bentuk
huruf.
b.
Pengenalan unsur-unsur
linguistik (fonem, kata, frase, pola klause, kalimat, dll).
c.
Kecakapan membaca cepat,
namun tidak menggugurkan makna yang dibaca.
2.
Keterampilan bersifat
pemahaman, berada di urutan lebih tinggi yang mencakup:
a.
Memahami pengertian
sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal).
b.
Memahami signifikansi
atau makna yang terkandung dalam teks.
c.
Evaluasi atau
penilaian-penilaian terhadap isi serta bentuk tulisan.
d.
Kecepatan baca fleksibel
yang mudah disesuaikan keadaan. (Broughton 1978: 211).
2.1.4. Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara
saat baca, prosesnya dibagi 2:
1.
Membaca Nyaring
Ialah suatu aktivitas yang
secara alat untuk menangkap dan memahami informasi, pada pikiran serta perasaan
pengarang. Pembacaan nyaring yang baik, menuntut pembaca memiliki kecepatan
mata tinggi juga pandangan jauh, sebab harus melihat bahan bacaan dalam memelihara
kontak mata bersama pendengaran. (Dawson 1963: 215-216). Kegiatan ini menguatkan
dalam menangkap makna yang tertera pada teks yang dibaca lesat, karena alat
pendengaran pun berfungsi mengaktifkan rekaman bacaan, di sisi mampu menggali
perasaan penulisnya sedari kecenderungan teks-teks yang disampaikan.
2.
Membaca dalam Hati
Ialah dengan menggunakan
ingatan visual yang melibatkan pengaktifan mata serta dinaya ingatan, dan
tujuannya untuk memperoleh informasi secara mendalam. (Cole 1950: 244-245). Pembacaan
semacam ini serupa membatin pada teks-teks yang terjabarkan, lalu dikumpulkan
lewat renungan dalam ketika mengeruk maknanya. Hal ini dibagi menjadi 2:
a.
Membaca Ekstensif
Ialah membaca secara luas yang obyeknya
meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu singkat, sebab tujuannya untuk
memahami isi yang penting-penting dengan cepat atau efisien dapat terlaksana.
(Broughton cs 1978: 92). Pembacaan ini ada tiga jenis:
1.
Membaca Survei;
sebelum mulai membaca, meneliti lebih dahulu yang akan ditelaah. Mensurvei bahan
bacaan yang segara dipelajari, ditelaah lewat memeriksa, meneliti indeks daftar
kata-kata yang terdapat pada buku, judul-judul bab yang bersangkutan.
2.
Membaca Sekilas; ialah
yang secara mata bergerak cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis guna
mencari dan mendapatkan pengetahuan. Ada 3 tujuan di sini: a) Memperoleh kesan
umum dari teks / buku. b) Menemukan hal tertentu dari bacaan. c) Menempatkan
bahan yang diperlukan di daftar perpustakaan. (Albert 1961a: 30).
3.
Membaca Dangkal; pada dasarnya
bertujuan memperoleh pemahaman bersifat luaran atau tidak mendalam dari bahan
bacaan. Pembacaan ini demi kesenangan serupa membaca untuk mendatangkan kebahagiaan
di waktu senggang. Misalkan membaca cerpen atau novel ringan. (Broughton 1978: 92).
b.
Membaca Intensif
(Intensive
Reading) ialah studi seksama, telaah meneliti secara penanganan. Kuesioner,
latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata, telaah kata-kata, dikte, dan diskusi
umum yang merupakan bagian serta teknik membaca intensif. (Brooks 1964: 172-173).
Yang termasuk kelompok ini ialah:
1.
Membaca Telaah Isi
Menelaah isi bacaan dengan menuntut ketelitian,
pemahaman, kekritisan berpikir serta keterampilan menangkap ide-ide yang
tersirat di atas bahan bacaan. (Albert 1961a: 35). Ini terlaksana, jika kerap
berlatih memahami teks-kalimat, mengkritisi bacaan atau ide-gagasan pengarang
serta berpikir aktif, sebentuk dialog antara pembaca beserta penulis di sisi bahan
yang sudah tersuratkan.
2.
Membaca Telaah Bacaan
Pada hakikatnya segala sesuatu terlebih yang
konkrit, terdiri atas bentuk dan isi, form
pun meaning, jasmani pula rohani.
Demikian juga bacaan terdiri dari isi dan bahasa; isi bersifat rohaniah,
sedangkan bahasanya jasmani, keduanya dwi tunggal yang utuh atau dua sisi mata
uang. Keserasian isi dan bahasa suatu bacaan mencerminkan keindahan serta
kemanunggalannya. Membaca telaah bahasa, mencakup membaca bahasa (asing) atau
(foreign) language reading, membaca
sastra (literary reading). (Badudu;
1975:51).
2.2 MENULIS
2.2.1.
Pengertian Menulis
Ialah menurunkan atau mengguratkan
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami,
sehingga orang lain bisa membaca lambang itu, jika mereka memahami bahasa dan
gambaran grafiknya. Menulis itu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi
bahasa yang ditampilkan penulis lewat bahasa diam atau kata-kata dalam tulisan
yang senada corak, karakter, watak, ataupun kepribadian pengarang.
Menulis merupakan suatu bentuk berpikir, tetapi
justru berpikir bagi membaca tertentu dan pada waktu tertentu. Salah satu tugas
penting sang penulis ialah menguasai prinsip-prinsipnya dan berpikir, yang akan
menolongnya mencapai maksud serta tujuan. Perihal utama di antara prinsip yang
dimaksud itu penemuan, susunan juga gaya. Singkatnya, menulis sebagaimana
belajar berpikir dalam, dengan cara tertentu. (D’Angelo, 1980: 5).
Pengertian menulis sama dengan membaca lebih,
karena dorongan dari bacaan atau buku-buku sebelumnya, yang penghantui
pengarang (penulis). Ketika penulisan terjadi, di sana letaknya dunia pikir penulis
mengungkap idenya, membaca atau menerjemahkan alam pikirannya. Keterampilan
menulis menuju tingkatan ahli akan tercapai, kalau dilatih terus mengeluarkan
pemikiran, menguraikan pendapat pun bersinggungan antar gagasan, dan menentukan
jalan penalaran sendiri.
2.2.2.
Fungsi
Menulis
Pada prinsipnya, tulisan sebagai alat
komunikasi tidak langsung atau tidak bertatap muka yang bersifat diam tanpa
pengucapan. Menulis sangat penting dalam dunia pendidikan, karena mengarahkan cara
pelajar berpikir hingga ke tahap pandangan kritis. Menulis pun memudahkan hubungan
sekaligus memperdalam dinaya tangkap atas persepsi, dengan pemecahkan persoalan
yang dihadapi, lewat menyusun, mengenali, serta menguraikan permasalahan. Atau
lewat menulis dapat menceritakan segala pengalaman hayat untuk dibagikan kepada
para pembaca, yang disaat lawatan bersama kata-kata bertemu corak penalaran sendiri,
dari pengelanaan bacaan juga alam yang terkait ingatan, lantas diolah kemudian diarahkan
sebagai jawaban sedari soal-soal yang melingkupi kedirian penulis.
2.2.3.
Tujuan Menulis
Setiap gerak yang dibarengi
penalaran tentu memiliki tujuan dan harapan penulisan ada berbagai macam, atau
pesan yang disampaikan kepada pembaca mempunyai maksud tersembunyi pun ada
terang-terangan. Informasi atau pengetahuan yang diunggah akan menemui
keberhasilan pun gagal di tengah penuturan, itu tergantung kemampuan penulis
mengutaran pendapat (fokus pandangan), sehingga pembaca bisa jenak menyimak secara
jernih, terang sesuai harapan penyampai. Sehubungan tujuan penulisan atas suatu
tulisan, Hugo Hartig merangkumnya sebagaimana berikut:
Assignment purpose
(tujuan penugasan); perihal ini tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis,
menulis sesuatu sebab ditugaskan atau bukan kemauan sendiri (misalkan para
siswa diberikan tugas merangkum sebuah buku).
Altruistic purpose
(tujuan altruistic); menulis atas tujuan menyenangkan pembaca, menghindari
kedukaan atau menolong pembaca menghargai perasaan serta penalarannya. Berharap
laku kehidupan pembacanya mudah menjalaninya
juga menyenangkan dengan karya tulisnya.
Persuasive purpose
(tujuan persuasive); menulis bertujuan menyakinkan pembaca akan kebenaran
gagasan yang diutarakannya. Misalkan bentuk penulisan esai kritik atau
sanggahan terhadap buku atas pendapat lain; penulis berusaha meyakinkan
pembacanya melalui pelbagai argumentasi, disertai data pengukung demi
menguatkan pandangannya.
Informational purpose
(tujuan penerangan); bertujuan memberikan informasi atau penerangan kepada para
pembaca. Contoh menulis buku mengenai tempat wisata di suatu daerah, dengan
menawarkan berbagai kelebihannya dibanding tempat lain, atau penulis
menyuguhkan unggulan apa yang diinformasikan, agar pembaca berminat menelusurinya.
Self expressive purpose
(tujuan pernyataan diri); tujuannya memperkenalkan atau menyatakan diri
pengarang kepada para pembacanya. Contoh menulis buku otobiografi; penulis
menceritakan siapa dirinya atau mengisahkan pengalaman perjalanan hayatnya
serta pandangannya, sehingga pembaca tahu persis harapan penulisan di atas
penulisnya.
Creative purpose
(tujuan kreatif); ini berhubungan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan
kreatifnya lebih tinggi, atau melibatkan dirinya dalam mencapai norma artistik
(seni yang ideal). Tulisannya menanjaki nilai artistik, nilai-nilai kesenian,
semisal bentuk tulisan esai perjalanan seorang filsuf, esai mengenai dunia
kesenian. Yang nantinya dapat menjadi teori seni, kalau nalar penuturannya
sanggup dipertanggungjawabkan di hadapan pembaca kritis.
Problem-solving purpose
(tujuan pemecahan masalah); di sini penulis berkeinginan memecahkan masalah
yang dihadapi. Menjelaskan pula menjernihkan, menjelajahi pun meneliti secara
cermat pikiran atas gagasannya, agar mudah dimengerti dan diterima para pembacanya.
(Hipple, 1973: 309-311).
2.2.4.
Ragam Tulisan
Telah banyak para ahli yang membuatkan atau pun
menyebutkan beberapa klasifikasi mengenai tulisan. Salisbury (1955) menguraikan
jenis-jenis tulisan berdasarkan bentuk terbagi menjadi dua: Bentuk-bentuk
Obyektif dan Subyektif. Yang Obyentif terdiri atas; a) Penjelasan terperinci
mengenai proses. b) Batasan. c) Laporan. d) Dokumen. Sedang yang Subyektif: a)
Otobiografi. b) Surat-surat. c) Penilaian pribadi. d) Esei informal. e)
Potret/gambaran. f) Satire.
2.3 HUBUNGAN
MEMBACA DAN MENULIS UNTUK MENJADI PENGARANG
Semenjak mengetahui hakikat membaca dan
menulis, maka posisi harapan menjadi pengarang akan jelas ditentukan langkahnya.
Adalah Anderson, Broughton, Dawson, Cole, Albert, Badudu, telah menjabarkan
pengertian, tujuan, serta segala lingkup alam membaca. Sedangkan D’Angelo, Hugo
Hartig, Hipple, Salisbury sudah menguraikan panjang-lebar dari pengertian,
fungsi, tujuan, hingga ragam tulisan.
Selanjutnya dengan ketekunan purna membaca bahan-bahan
tulisan, karena semacam itu menimba, menabung, memperkaya diri penulis dari
segenap informasi yang tersebar di buku, jurnal, koran, alam, diri, dll. Ketika dilakoni
menerus, otak terbiasa menangkap segala pengetahuan yang terbaca, lalu disimpan
baik dalam perpustakaan ingatan. Gudang nalar jadi berjubel arsip ingatan,
lantas dikelola di ruangan penalaran, dan dikeluarkan sebagai tulisan terbaru dari
limpahan hidup atas perbendaharaan tersembunyi proses kreatif kepengarangan.
2.4 TAHAP-TAHAP KEMAMPUAN MEMBACA-MENULIS PADA PESERTA
DIDIK
Jaman sekarang telah terjadi kemajuan pesat di
bidang teknologi informasi, perihal itu menuntut dukungan budaya membaca dan menulis,
yakni perilaku, kebiasaan, kegemaran, serta kebutuhan baca-tulis. Tapi hingga
kini budaya tersebut belum sepenuhnya berkembang di masyarakat Indonesia. Padahal
kalau ingin berhasil membangun masa depannya, budaya yang baik mutlak ditumbuhkan,
seperti membaca, menulis sekaligus menerjemahkan. Bangsa-bangsa di dunia memiliki
karakter kuat kepribadian mapan berjiwa mandiri, karena anak-anak bangsanya
mempuni dalam keilmuan.
Yang menjadi persoalan, kapan kemampuan
baca-tulis mulai diajarkan? Jawabannya masihlah polemik. Sebagian ahli
mengatakan, membaca-menulis baru dapat diajarkan setelah peserta didik masuk
Madrasah Ibtidaiyah, senada kebijakan kurikulum. Namun banyak juga para pakar
yang berpendapat; membaca-menulis harus diajarkan sejak usia dini, menanamkan
kebiasaan belajar semenjak awal kesadaran, dan menumbuhkannya senantiasa.
Durkin (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.2) telah
mengadakan penelitian mengenai pengaruh membaca semasa dini pada anak.
Kesimpulannya, tiada efek negatif pada anak yang diajarkan membaca sejak dini. Steinberg
mengemukakan pandangan, bahwa anak-anak yang mendapat pelajaran membaca dini,
umumnya lebih maju di sekolah. Perihal tersebut diperkuat Moleong (dalam
Nurbiana Dhieni, 2005: 5.3) yang berpahamkan, salah satu aspek yang harus
dikembangkan anak dalam Taman Kanak-kanak adalah kemampuan membaca dan menulis.
Jadi, pengembangan kemampuan membaca dan
menulis di Taman Kanak-kanak dapat dilaksanakan, selama masih di batas aturan
praskolastik serta sesuai karakteristik kanak, yakni belajar sambil bermain
atau bermain sambil belajar. Untuk mengajarkan membaca pada anak TK, sang guru
perlu memahami tahap kemampuan baca terhadap anak, ungkap Cochrane Efal (dalam Nurbiana
Dhieni, 2005: 5.9). Agar yang diajarkan tidak memberatkan peserta didik
manakala mengikuti jalannya pelajaran.
Perkembangan dasar kemampuan membaca pada anak usia 4-6
tahun, berlangsung 5 tahap:
1.
Tahap fantasi; anak
mulai belajar menggunakan buku, dan berpikir buku tersebut penting dengan cara
membolak-balikkannya.
2.
Tahap pembentukan konsep diri; anak memandang dirinya sebagai pembaca, melibatkan
dirinya dalam kegiatan baca atau pura-pura membaca buku.
3.
Tahap membaca gambar;
anak menyadari cetakan yang tampak, lalu menemukan kata-kata yang sudah dikenalnya.
4.
Tahap pengenalan bacaan;
anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic dan
syntactic) secara bersama-sama, tertarik pada bacaan, dan membaca tanda-tanda
di lingkungannya seperti membaca kardus susu, pasta gigi.
5.
Tahap membaca lancar;
anak bisa membaca berbagai jenis secara bebas.
Huruf dan kata-kata merupakan sesuatu yang
abstrak bagi anak-anak. Olehnya untuk mengenalnya, guru harus membuatnya menjadi
nyata dengan mengasosiasikan pada apa yang mudah diingat oleh anak. Pertama mengenalkan
huruf, biasanya guru memusatkan pada huruf awal kata yang sudah dikenal anak. Dan
guna tiada kesan paksaan belajar membaca, perlu dilakukan dengan menyenangkan
untuk menggiring minat baca serta menulis, maka sambil bermain agar peserta
didik dapat menerima materi pelajaran dengan hati riang.
Tahap-tahap perkembangan anak dalam menulis:
1.
Coretan awal, acak;
ini sering digabungkan seolah krayon tidak pernah lepas dari kertas.
2.
Coretan terarah; tanda-tanda
tertentu seperti garis atau titik-titik diulang-ulang, biasanya berbentuk
lonjong, tanda tersebut belum berhubungan.
3.
Pengulangan garis dan bentuk.
4.
Berlatih huruf; anak
biasanya tertarik huruf-huruf dalam nama mereka sendiri.
5.
Menulis nama sendiri.
6.
Menyalin kata-kata yang ada di lingkungannya; semisal yang terdapat dalam poster di dinding.
7.
Menemukan ejaan; anak di
usia 5-6 tahun, telah menggunakan konsonan awal (L untuk Love). Konsonan awal,
tengah, dan akhir, mewakili huruf (DNS) pada kata dinosaurus.
8.
Ejaan baku; usaha
mandiri memisahkan huruf serta mencatatnya menjadi kata lengkap.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Membaca dan Menulis
Bab ini merupakan ramuan dari bab sebelumnya menuju
dunia pengarang. Pandangan Anderson hampir sama pendapat para tokoh lain mengenai
membaca, atau yang digagasnya semacam suara umum, yakni bertujuan mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi pun memahami makna bacaan. Jika nadanya
dinaikkan, dapat diperluas membaca perubahan alam pun diri. Pembacaan meluas
akan mendorong peserta didik lebih mengetahui realitas, di sini letaknya
memadukan perangai teks dengan alam, yang dapat dilambangkan tidak sekadar
memetik bunga di buku pelajaran juga mengambil kuntum kembang di taman sekitar
rumah.
Dari segi linguistik, Anderson menentukan sikap
mengenai membaca adalah proses penyandian kembali. Sebuah pembacaan sandi menghubungkan
kata-kata pada tulisan di atas makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan
tulisan (cetakan) jadi bunyi yang bermakna. Olehnya, membaca seibarat menulis ulang
atau mengikuti nafas teks penulis dalam memasuki informasi yang disampaikan
lewat bahasa diam. Pembaca mengikuti lakon pada naskah drama misalnya, tetapi yang
berjiwa kritis memilih berjarak dengan yang dibaca, sehingga saat baca sanggup
mengkritisi tulisan atau pun membawa kecurigaan terhadap penulisnya. Hal ini dapat
mendudukkan kursi obyekti, yakni bacaan tidak dimakan mentah dilahap secara
gegabah.
Broughton menyediakan aspek-aspek penting
membaca pada peserta didik; ada yang mekanis dan pemahaman. Yang bersifat mekanis
yaitu pengenalan terhadap bentuk-bentuk huruf sampai tahap hapal di luar
kepala, diteruskan mengenali unsur-unsur linguistik; fonem, kata, frase, pola
klause, kalimat, dst, yang dilanjutkan kecakapan membaca cepat dengan tidak
menggugurkan makna. Kemudian keterampilan bersifat pemahaman dari yang
sederhana atau leksikal, gramatikal, retorikal, lalu memahami signifikansi atau
makna terkandung pada teks, lantas evaluasi atau penilaian terhadap isi serta
bentuk tulisan, disamping kecepatan membaca secara fleksibel yang disesuaikan keadaan.
Tahap-tahap suguhan Broughton akan mencapai hasil maksimal, ketika peserta
didik dan guru berperan aktif dengan praktek yang memadai.
Dawson memberikan pilihan cara membaca nyaring,
yaitu aktivitas yang secara alat menangkap memahami informasi, pikiran, serta
perasaan pengarang. Dawson menukik lebih jauh memasuki teks yang terbaca nyaring,
disamping berguna mengekalkan informasi dalam ingatan, pula adanya usaha
menyelidiki suara lain dari diri pengarang yang tidak terkatakan. Di samping
terampil dalam kecepatan pandangan mata sewaktu melihat bahan bacaan untuk
memelihara kontak mata bersama pendengaran. Maka tampaklah serupa pesta belajar
dengan mengupayakan segenap diri mengikuti tarian teks pula tetap mengedepankan
sikap mawas, sehingga apa yang diharapkan sesuai prinsip belajar aktif. Ini berbeda
dengan Cole yang lebih tenang perangainya lewat tampilan membaca dalam hati
(batin).
Menulis, menurut D’Angelo adalah belajar
berpikir dalam secara tertentu, hal ini tidak ada kebaharuan seperti suara yang
diusung Anderson, yaitu nada-nada umum perihal lumrah. Yang patut digaris
bawahi dari titik ini; dapat menyelami alam tulisan, dan belajar berpikir ialah
langkah berpikir sendiri. Maka bisa ditarik benang merahnya, berpikir sebentuk
kegiatan membaca, kemudian membuat tulisan (karangan) sejenis menyelami lebih pikiran
pribadi, atau melalui tulisan bisa membaca pun berpikir atas kemauan mandiri, melayari
kemungkinan jauh seluas cakrawala penalaran menyimak dirinya juga yang dituliskannya.
Dan Hugo Hartig menunjukkan jalan dari tujuan
penulisan, serupa memberikan arahan atau jalur rel kereta bagi para penulis
menuruti kepentingannya, di sebelah kemampuan dari masing-masing pengarang mengolah
materi mengurai jumlah bahan permasalahan, mendedah keberagaman, melayari
perasaan, menganalisa persinggungan yang mendorongnya bergegas menulis. Jalur yang
ditawarkan Hartig menyajikan palu pemecahan masalah mengenai corak, bentuk
catatan, wajah bidang sesuai harapan para penulis, sehingga memungkinkan karyanya
tidak tersesat di toko buku, rak perpustakaan lain, ke tangan tidak tepat atau
mengsle sasaran.
2.
Hubungan Membaca dan Menulis untuk menjadi Pengarang
Ketekunan membaca buku, lingkungan, alam, pun
diri pribadi, akan menguatkan daya ingat serta gampang melempar jalan penalaran,
hingga memudahkan yang hendak dituliskan. Misalkan ingin membuat novel, membaca
beragam jenisnya sampai pahami benar jalan-jalan ceritanya; alur berbeda tentu
memperkaya wawasan soal dunia karangan tersebut, maka tidak akan gagap mencipta
karya. Sekiranya dikerjakan terus akan mencapai kelihaian, menentukan alur tersendiri,
penyelesaian lain serta menemukan gaya bahasa sesuai nafas terdekatnya.
Secara gamblang tidak mungkin jadi pengarang
kalau tidak banyak jumlah bacaannya; jenak menelusuri, tekun menyimak, rajin memahami,
khusyuk mengurai corak tulisan di atas watas penulisnya, disamping liar
menjangkau kemungkinan di luar teks. Semua itu dikaitkan dirinya yang diambil
dari kesamaan kecenderungan yang kerap muncul bersentuhan sewaktu membaca.
Keuletan membaca pun sanggup membangun jembatan layang bawah sadar, di sini
menentukan penulis melayari kata-kata dengan mudah, atau yang pengarang
ciptakan berasal dari bertumpuknya logam-logam ingatan yang telah lama mendekam
berat.
Pada prinsipnya menulis sesuatu ingin dibaca
orang lain, sekecilnya untuk diri sendiri di waktu lain. Olehnya sewaktu hendak
menulis telah memperkirakan siapa pembacanya, lalu menjatuhkan pilihan, ini memudahkan
bersikap lewat tulisan, sehingga timbul perasaan fokus dalam kerjanya. Selama
bidang garapan terketahui, penulis tidak segan menghimpun dinaya kediriannya;
meluweskan tulisan, menaburkan teknik bumbu sedap agar tak bosan, membikin alur
penasaran demi para pembaca jenak menjelajah ikhtiarnya, dan membentuk ruang
kosong bernapas, sambil menarik kemungkinan yang sempat luput. Maka membaca
ulang sebelum dipersembahkan itu wajib, untuk menghindarkan keterlepasan sebab
mengikuti hasrat semata, juga pertimbangan penting, bolak-balik perlu, agar
nikmat memasuki akal sampai mencapai takdir tulisannya.
Meski tidak sesederhana pandangan di atas menjadi
pengarang, tetapi ketekunan membaca dan menulis merupakan langkah awal wajib
dikerjakan. Jika diumpamakan pelukis, membaca sekelas beragam cat dan pelajaran
menulis sebagai kuasnya. Dari mana kanvasnya? Bidang tersebut usia laku penulis, geliat naik-turun gejolak
hayatnya setegas sketsa-sketsanya. Lebih jauh, pengarang tidak hanya mengandalkan
titisan bakat, yang terpenting kerja keras sekaligus cerdas, olehnya dituntut
rajin belajar, tidak jemu mengasah belati penalaran dan perasaannya, guna semakin
lembut karyanya hingga mampu menghujam dalam dada pembaca tanpa disadari, atau
menggedor jantung penyimak sekuat perolehan yang diikhtiarkan penulis mengekalkan
kalimat-kalimat dalam ciptaannya secara purna.
Dan tidak selamanya anak manusia menanjaki
serta berada di puncak produktivitas, di sini seharusnya pandai menyikapi
setelah aktivitas berlimpah, apakah pelesiran mencari nafas udara baru
menikmati hijaunya alam, membaca buku-buku biografi pengarang lain, atau tidak
melakukan kegiatan yang terkait dunia tulisan. Maka sang pengaranglah yang menentukan,
lantaran paham kebutuhan dirinya demi menyegarkan jiwa, meremajakan batin,
memantik semangat balik pada harapan dan keyakinan yang dicita-citakan. Seirama
ungkapan umum, berkarya ialah kerja keabadian dengan tumbal lahir-batin jiwa
dan raga, menyedot waktu lain demi mengekalkan karyanya menapas hayati
kehidupan sampai akhir hayat menuju panggung negeri akhirat.
BAB IV
KESIMPULAN
Karena membaca merupakan proses yang dilakukan untuk
memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, yang disampaikan penulis melalui kata-kata,
tulisan atau bahasa diam, dan pembaca bertujuan memahami makna bacaan sampai mendapatkan
manfaatnya, maka secara tidak langsung telah belajar bagaimana menulis, dengan
mengakrabi teks-teks yang meminta diteruskan sebagai langkah menjadi pengarang.
Dan keunggulan membaca dapat meningkat kalau
diasah terus dalam memperdalam kepahaman pengertian menuju kebenaran yang
sesuai bahan bacaan atas harapan penulisnya, sehingga pembaca yang baik tengah membentuk
pribadi yang kelak menjelma penulis yang memiliki pandangan sebenar-benarnya obyektif.
Lalu tersebab menulis sebagai kegiatan berpikir
atau belajar berpikir adalah bentuk berpikiran itu sendiri, maka melalui bahan
bacaan dapat menguasai pengetahuan akan syarat prinsip tulisan yang menolongnya
mencapai tujuan karangan di atas harapannya.
Dan lantaran latihan belajar menulis sangat penting
dalam dunia pendidikan, karena memudahkan peserta didik memasuki alam pikirannya,
kemudian menguraikannya.
Jadi, lewat menulis akan memahami kemampuan
nalarnya dalam menyikapi segenap yang dibacanya, diteruskan kepada gagasannya
yang sempat muncuat disaat membaca, yang timbul kembali sewaktu menulis (berkarya).
Kemudian, kelak mencapai taraf pengarang yang handal,
kalau dilatih menerus sampai memungkinkan dirinya akrab betul nalar-perasaan,
terhadap gaya bahasa, karakter tulisannya, atau ini tidak akan terjadi seumpama tidak banyak jumlah bacaannya; lama menelusuri,
tekun menyimak, jenak memahami, rajin memaknai, khusyuk mengurai corak tulisan
di atas watak kediriannya, disamping meliar dalam menjangkau kemungkinan di
luaran teks.
Keuletan membaca pun sanggup membangun
jembatan di bawah sadar yang sangat menentukan penulis nantinya sewaktu melayarkan
kalimat akan mudah, atau yang diciptakan berasal dari bertumpuknya arsip-arsip ingatan,
yang siap dikeluarkan kapan saja dipergunakan atau diperlukan sebagai bentuk suatu
karangan.
DAFTAR PUSTAKA (Berupa Kutipan-kutipan Tidak Langsung) dari:
Prof. DR. Henry Guntur Tarigan “Membaca: Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa” Penerbit: Angkasa Bandung, Edisi revisi terbitan tahun 2008.
Prof. DR. Henry Guntur Tarigan, “Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa” Penerbit: Angkasa Bandung, Edisi revisi terbitan tahun 2008.
Sri Wahyuti:
https://www.kompasiana.com/wahyuti/tahap-tahap-kemampuan-membaca-pada-anak-usia-dini_550bb8378133112c24b1e19d
----------------------------------------------
Makalah ini dipublikasikan pada website:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar